SEBUNGKUS AIR TEBU

SEBUNGKUS AIR TEBU 
Cerpen
Oleh: Asnani Ummu Afra 
Rembulan beransur menyisir celah awan abu-abu di kampungku, Tanjung Bunga, Kabupaten Kepulauan Meranti.  Angin semilir berhembus meniup pada dedaunan, sesekali terdengar bunyi atap seng rumah mamakku tergesek oleh daun kelapa yang setinggi rumah di belakang rumah, bunyi yang aneh itu akan membuat seram bagi pendatang baru dan jika ditengah malam. 

HADIAH UNTUK NISA

Hadiah untuk Nisa 
(Cerita Anak)
Oleh: Asnani Ummu Afra 

Ayah adalah sosok yang tidak melahirkan, tapi  ia hebat, heroik dimata anak-anaknya. Ayah hebat itu berusaha menyenangkan hati anaknya dengan selalu berkata *Ayah ada... Ayah punya... Ayah bisa*

Ayah hebat itu selalu menceritakan kebaikan istrinya kepada anak-anaknya. Walau istri masih sibuk diruang domestiknya, belum sempat membersamai mereka. Dia menanamkan cita-cita tinggi dan izzah pada keluarganya. Mengajarkan perjuangan dan mencintai ilmu. Termasuk memberi hadiah yang membuat anak-anak dan istrinya mencintai ilmu.

"Annisa... Ayah ada hadiah untuk Nisa, lho!" ungkap pak Rahman, ayah Nisa membawa bingkisan ditangannya.

"Yang benar, ayah! Mana?" balas Nisa ingin segera melihat  hadiah yang dikatakan ayahnya itu.
Nisa berhenti dari menyusun legonya dan langsung menghampiri ayahnya yang sudah duduk bersimpuh dikarpet getah. Fatih juga menghampiri Rahman, sedari tadi dia asik bermain dan bolak-balik buku kakaknya, serta mainan lego Nisa.

"Ayo, kita buka sama-sama ya!" ajak ayahnya memandu Nisa membuka bungkusan kado dengan corak bunga tulip. 

"Ada apa didalam, ayah?" tanya  Nisa masih penasaran sambil membuka kertas kado secara acak. Bahkan sudah mulai terlihat sedikit bagian dalamnya. 

"Ayo sayang, dibuka sekarang!. Nanti juga tau apa isinya" pinta ayahnya sambil memperhatikan Nisa membuka  kado. 
Fatih yang berusia setahun kegirangan merangkak mengelilingi antara ayah dan kakaknya. Dia ngoceh cadel dan berteriak 'mimimii'. Terlihat benar kegirangannya. Sesekali menabrak Nisa membuat sedikit repot dan bergidik.

"Tadaaaa..." ayah Nisa memamerkan isi kado. Terlihatlah tiga buah buku baca bergambar. Buku baca tanpa mengeja. Warna yang begitu simetris, membuat anak-anak berusia seperti Nisa sangat menyukainya. 

"Ayah, Ada buku! Hahaha... Nisa suka, Nisa suka. Buku Nisa jadi banyak deh." girangnya sambil berlari-lari kecil dihadapan Rahman, ayahnya.

"Bukunya bagus sekali, yah!" Nisa terpesona dengan warna dan corak buku tersebut,  walau terlihat agak tipis. Lumayanlah untuk ekonomi kelas mereka. Yang penting Nisa bisa belajar baca itu sudah bagus bagi Rahman. 

"Iya, sayang. Nisa, suka?" tanya lelaki yang dipanggil ayah itu. 

"Suka, ayah. Terima kasih ya, ayah sudah kasih kado buat Nisa" ungkap Nisa sambil mencium pipi ayahnya. 
Fatih juga ikutan cupika cupiki setelah berusaha keras merengkuh tubuh Rahman dan berdiri menuju wajahnya. 

"Ayo, bukunya disimpan dimeja atas dulu, ya. Nanti malam kita belajar bersama-sama." pinta ayah Nisa agar dia menyimpan bukunya ditempat yang aman. Mereka terbiasa menggunakan waktu malam untuk bermain dan belajar bersama. 

"Iya, sebentar, yah. Nisa mau baca dulu." tangguhnya yang masih terpesona dengan warna  dan corak buku tersebut. 

Tidak lama setelah itu, terdengar suara tangisan beserta omelan.

"Adik Fatih, nakal. Huaaa... hua..." terlihat Nisa menuju kedapur kepada ayahnya sambil menangis kencang.
Dari arah depan juga terdengar suara tangisan Fatih yang telah mendapat ayunan tangan bebas dari Nisa.
Sementara ibunya kembali repot dengan kantor domestiknya sehingga belum bisa bersama mereka. 

"Adik Fatih itu nakal. Kakak tidak mau bermain sama adik lagi. Huaaa... huaa..." Nisa masih terisak menangis.

"Kenapa, sayang? Itu dik Fatih juga menangis, kenapa, nak?" tanya Rahman kaget kedua anaknya menangis. Lalu menggendong Nisa menuju kedepan rumah dimana Fatih berada. Rahman mengusap kedua kepala anaknya sambil menenangkan mereka. 

"Tidak mau. dik Fatih, nakal. Dia mengambil dan merusak buku Nisa. Bukunya sudah robek" tangisnya yang belum mereda. Kini diikuti memukul adiknya itu. Bertambahlah menangis adiknya. Setelah tangan mungil Nisa mendarat didada dan wajah Fatih.

"Annisa. Sudah sayang. Sudah nak!. Tidak boleh memukul adik Fatih. Sakit nanti adiknya. Kasian dik Fatih." Rahman coba menenangkan kedua buahhatinya. Kini mereka hampir mereda didalam pangkuan Rahman ayahnya. 

"Kenapa Nisa marah dan memukul, dik Fatih?" tanya ayahnya sambil menenangkan

"Dik Fatih merusak dan merobek buku baru, Nisa tadi" rengeknya sesekali terisak.

"Kenapa dik Fatih merusak buku Nisa? kan bukunya sudah dimeja dan aman" selidik ayahnya dengan bertanya 

"Nisa tidak menyimpan bukunya, yah. Bukunya dibawah dan dimainkan adik, hingga rusak." jelas Nisa bahwa dia lupa menyimpan bukunya ditempat yang aman seperti yang dikatakan oleh ayahnya. 

"Itukan, apa kata ayah, coba" sanggah Rahman.

"Iya, Nisa lupa tadi ayah suruh simpan dimeja biar aman dan tidak diambil oleh dik Fatih. Karena Nisa tadi langsung main sama teman didepan." sambung Nisa menjelaskan. 

"Lalu kenapa dik Fatih dimarahin dan dipukul?" 

"Nisa, kesal sama adik. Adik nakal."

"Sudah, istighfar, sayang." pinta ayahnya. 

"Astagfirullahalazhiim" ikut dan turut Nisa bersama ayahnya. 

"Tidak boleh marah-marahin lagi ya, nak. Kan Nisa hafal hadist tentang jangan marah-marah. Coba dibaca ayah mau dengar"

ﻻ تغضب ولك الجنة

" *Laa taghdhob walakal  jannah. Jangan marah, maka bagimu surga.*" bacaan hadist pendek keluar dari lidah Nisa yang mungil berusia tiga tahun itu. 

"Iya, sayang. Tidak boleh marah-marahin lagi ya, biar masuk surga. Dan tidak boleh juga memukul dik Fatih. Kasianadik kesakitan dan menangis"

"Ayo sekarang Nisa salaman sama dik Fatih ya, sayang ". Rahman mendekatkan mereka dan merekapun saling bersalaman. Fatih sedang asik bermain lego yang dibolak-baliknya sedari tadi dipangkuan kiri ayahnya. Sementara Nisa sudah bisa tersenyum lagi dan akur bersama adiknya.

"Ini bukunya? Sini ayah perbaiki, nanti bisa dibaca lagi, kok.!" jelas ayahnya.
Sekarang senyumnya Nisa semakin melebar karena bukunya masih bisa diperbaiki dan dibaca. Untuk Fatih, ayahnya memberikan buku yang tebal dan awet. Biar bukunya tidak rusak dan biar bertambah mencintai buku dari kecilnya. Merekapun bermain bersama dengan gembira. 
_____________________________

Bio Narasi Penulis 
Penulis merupakan ibu rumah tangga dari dua anak (Afra dan zadit). Partnernya bapak Nizam. 

Asnani Ummu Afra, lulusan STIE Syariah Bengkalis, sebelumnya menuntut ilmu di SMAN 1 PULAU MERBAU . SLTP NEGERI 5 Kuala Merbau. SD 050 Banu. Kecamatan Pulau Merbau, Kabupaten kepulauan Meranti. 
Penulis sadar bahwa reading dan travelling adalah penunjang dalam kepenulisan. Maka jangan ragu untuk membaca dan bertualang bagai ibnu batutah. Penulis baru memula beberapa antologi guna mengasah otak dan bentuk memajukan literasi Meranti. 

Penulis bisa dihubungi di fb: Asnani Ummu Afra. Ig: Asnani Ummu Afra.  Blog: http://budakmelayumeranti.blogspot.com.

Surga Prematur

 Surga Premature 

(Cerita Anak)
Oleh: Asnani Ummu Afra. 

Dinihari azan berkumandang masuk melalui jendela yang masih tertutup rapat. Daun pintu kamar utama dimana kami tidur sedikit terbuka petanda ayahku telah lebih dulu pergi kemasjid sebelum azan tadi. Sedikit cahaya lampu luar masuk melalui pintu. Menambah sedikit bercahaya dikamar tidur kami, karena kami tidur hanya memakai lampu wad paling kecil,  sehingga suram temaram.